Header Kanan

Lihatlah orang yang di bawahmu, jangan melihat orang yang di atasmu!

Bismillah,
Lihatlah yang di bawah mu dan jangan lihat yang di atasmu untuk masalah dunia oleh karyafikri.blogspot.com
 
 Lihatlah Orang yang di Bawahmu!
Jangan Melihat Orang yang di Atasmu!

Oleh Abu Haitsam

 Pembaca yang dimuliakan Allah, di zaman modern ini, dunia benar-benar makin "menipu" dan 'melalaikan' para pencintanya. Sering sekali para pecinta dunia menghambur-hamburkan hartanya. Mereka beli sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Mereka ganti sesuatu yang sebenarnya belum saatnya diganti. Setiap ada produk baru, mereka ingin membelinya. Aneka perlengkapan rumah yang serba mewah pun mereka beli. Namun, sayangnya, itu semua belum juga terasa cukup baginya. Selalu saja ada yang dirasa kurang.
Banyak  orang awam yang Allah batasi rezekinya, saat melihat orang-orang yang di atasnya, merasa bahwa dirinya selalu kekurangan. Seorang istri mengeluhkan kepada suaminya kurangnya uang belanja, kurangnya perlengkapan rumah, dll. Seorang anak merengek kepada orang tuanya agar membelikan ponsel pintar seperti milik temannya. Begitulah seterusnya. Akibatnya, rasa syukur kepada Allah semakin terkikis. Begitu banyak nikmat yang selama ini ia dapatkan semakin dikufuri.
Nah, bagaimana kita menghadapi dunia modern yang menjadi ajang perlombaan sebagian orang ini? Simaklah tulisan singkat ini, semoga bermanfaat.

Penyakit orang-orang awam
Saudara pembaca dirahmati Allah, sesungguhnya berlomba-lomba dalam urusan duniawi sangat tercela. Berangan-angan demi menggapai kemegahan dunia bukanlah sifat orang-orang yang beriman. Perhatikan kisah yang Allah sebutkan dalam al-Qur'an tentang Qarun dan kaumnya (orang-orang awam).
Artinya:
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, "Semoga kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar. (QS. al-Qashash: 79:80)

Lalu Allah benamkan seluruh harta Qarun karena kesombongan dan kekufurannya - yang ini sering terjadi pada orang-orang kaya dan para raja:
فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ
Artinya:
Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).(QS al-Qashash: 81)

Akhirnya, sadarlah orang-orang awam saat itu bahwa dunia bukanlah kebahagiaan. Barulah mereka mempercayai ucapan orang yang berilmu:
وَأَصْبَحَ الَّذِينَ تَمَنَّوْا مَكَانَهُ بِالْأَمْسِ يَقُولُونَ وَيْكَأَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ ۖ لَوْلَا أَنْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا ۖ وَيْكَأَنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
Artinya:
Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah). (QS al-Qashash: 82)

Demikianlah kebanyakan orang-orang awam. Mereka baru sadar saan musibah telah terjadi. Maka jengan seperti mereka. Jadilah orang-orang yang sadar terlebih dahulu sebelum datang kemurkaan Allah.

Dalam masalah dunia, lihatlah orang yang di bawah
Rasulullah sholallahu 'alaihi wasallam bersabda:
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
"Pandanglah orang yang di bawahmu dan janganlah engkau pandang orang yang di atasmu (dalam masalah ini). Dengan begitu, kamu tidak akan meremehkan nikmat Allah kepadamu" (HR Muslim: 2963)

Yang dimaksud dengan perintah "memandang orang yang di bawah" adalah dalam urusan dunia atau harta. Dalilnya ialah sabda beliau, "Jika salah seorang diantara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk (postur) tubuh maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya." (HR al-Bukhari: 6490 dan Muslim: 7617).
Seorang tidak akan meremehkan nikmat Allah apabila sikap ini - melihat orang yang dibawahnya dalam urusan duniawi - dia terapkan dalam hidupnya. Ketika dia bertamu ke rumah pejabat dan melihat keindahan ruangan dan kemewahan perabotan, dalam hatinya mungkin terbetik "rumahku masih kalah dari rumah bapak pejabat ini". Namun, ketika dia memandang pada orang lain di bawahnya, dia berkata, "Ternyata rumah tetangga dibandingkan dengan rumahku, masih lebih bagus rumahku. Dengan memandang orang yang di bawahnya, dia tidak akan meremehkan nikmat yang Allah berikan. Bahkan dia akan mensyukuri nikmat tersebut karena melihat masih banyak orang yang tertinggal jauh darinya.
Lain halnya dengan orang yang satu ini. Ketika dia melihat saudaranya memiliki ponsel iPhone atau Blackberry seharga lima jutaan ke atas, dia marasa ponselnya masih sangat tertinggal jauh dari temannya tersebut. Akhirnya, yang ada pada dirinya adalah kurang menyukuri nikmat. Dia menganggap bahwa nikmat tersebut - ponsel yang dimiliki - masih sedikit/ kecil nilainya. Bahkan, yang lebih parah, selalu hasad (dengki) yang berakibat dia akan memusuhi dan membenci temannya tadi. Padahal, masih banyak orang di bawah dirinya yangmemiliki ponsel dengan kualitas yang jauh lebih rendah. Inilah cara pandang yang keliru, namun banyak menimpa kebanyakan orang saat ini.

Urusan akhirat, pandanglah yang di atasmu
Adapun dalam masalah akhirat - ibadah dan amal shalih - hendaknya seseorang melihat orang yang di atasnya. Rakus terhadap perkara duniawi tercela, tetapi rakus terhadap pahala terpuji. Qana'ah dengan harta adalah sifat mulia, tetapi qana'ah dengan amal shalih adalah sifat buruk.
Sebagian salaf mengatakan, "Seandainya seseorang mendengar ada orang lain yang lebih taat kepada Allah daripada dirinya, sudah selayaknya dia sedih karena dia telah diungguli dalam perkara ketaatan." (Latha'if al-Ma'arif, hlm. 268).
Sahabat Abu Hurairah rodhiallahu 'anhu pernah menurutkan, "Orang-orang miskin (dari para sahabat Nabi) pernah dtang menemui Nabi. Mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, orang-orang kaya yang memiliki banyak harta telah memborong pahala. Mereka dapat melakukan shalat sebagaimana kami shalat. Mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Namun, mereka dengan kelebihan hartanya dapat menunaikan haji, umrah, jihad, dan sedekah; sedangkan kami tidak memiliki harta...' Dalam riwayat Muslim di akhir hadits, Rasulallah bersabda, 'Itu adalah karunia (dari) Allah yang diberikan kepada siapa yang Dai kehendaki.'" (HR al-Bukhari: 807, Muslim: 595).
Maka berlomba-lombalah dengan amal shalih. Kejarlah ketertinggalan dari teman-teman shalih yang lebih banyak ibadahnya.

Penutup
Sidang pembaca yang berbahagia, tentu kita sepakat bahwa kebahagiaanlah yang kita cari dalam hidup ini. Persoalannya, dimanakan kebahagiaan itu? Kebahagiaan bukanlah didapat dengan menjadi raja. Kebahagiaan bukan didapat dengan menjadi pengusaha sukses. Namun, kebahagiaan bisa diperoleh dengan merasa cukup terhadap apa yang Allah berikan. Rasulullah sholallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sungguh sangat bahagia orang yang telah masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya." (HR Muslim: 2473)
Sejatinya, apa yang diangan-angankan dari orang-orang kaya, semuanya mengerucut pada makanan, tempat tinggal, kesehatan, dan keamanan. Karena itu, jika seorang muslim dapat memperoleh makanan untuk hari yang dia jalani saat ini, ada rumah tempat ia bernaung, dan aman di dalamnya, serta badan yang sehat maka seolah-olah dunia telah ia pegang. Rasulullah sholallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barang siapa diantara kalian merasa aman di tempat tinggalnya, diberi kesehatan badan, dan menjumpai makanan untuk hari itu maka seolah-olah dia memiliki dunia seluruhnya." (HR at-Tirmidzi: 2346; dishahihkan al-Albani dalam ash-shahihah: 2318)
Akhirulkalam, ketahuilah bahwa ujian harta itu sangat berat. Allah kelak akan menanyakan dua kali: 1) dari mana harta itu ia dapatkan, dan 2) ke mana harta ia belanjakan. Haramnya harta adalah adzab, sedangkan halalnya adalah hisab.

Sumber: Buletin dakwah Islam "Al-Furqon"  Tahun ke-9 Volume 12 Nomor 4
Referensi:
Gambar teks arab qur'an: Quran.com
Teks arab qur'an: quran-terjemah.org
Teks hadits: belajarislam.com

Posting Komentar

0 Komentar