Mensyukuri
Nikmat Kemerdekaan
Merenungi
mahalnya nikmat kemerdekaan
Kemerdekaan adalah salah satu dari sekian banyak kenikmatan yang
Allah anugerakan kepada kita. Coba sejenak kita renungkan, bagaimana
kalau seandainya Allah menghendaki bangsa ini terjajah hingga kini;
tentu Allah bisa mewujudkan kehendak itu.
Bukankah sampai sekarang ada negara-negara diuji Allah dengan kondisi
pemerintahan, politik, dan ekonomi yang carut-marut? Diuji dengan
perang yang sering berkecamuk, kekacauan, kekurangan bahan makan, dan
hilangnya rasa aman? Saudara-saudara kita umat Islam Rohingya,
Suriah, Palestina, Yaman, dan lain-lain adalah contohnya. Mereka
senantiasa dilanda keributan di negaranya. Mungkin suatu saat mereka
merasa tenang, namun tidak lama setelah itu mereka kembali dihadapkan
kepada masalah-masalah yang sangat mengoyak ketenteraman dan
ketenangan mereka. Lihatlah mereka! Kemudian bayangkan kalau
seandainya Allah menimpakan ujian yang mereka alami itu kepada bangsa
kita, kita terlunta-lunta dari satu tempat ke tempat lain, hari-hari
kita dipenuhi dengan luka dan jerit tangis, perut kita senantiasa
meronta-ronta kelaparan sebagaimana yang terjadi pada saudara-saudara
kita umat Islam Rohingya. Tentu Allah mampu menimbulkan hal itu
kepada kita dan hal itu mudah sekali bagi Allah.
Namun, Alhamdulillah... Allah memberikan kenyamanan, ketenteraman,
dan kemerdekaan kepada kita. Kita tidak lagi terjajah, tidak
kelaparan, dan tidak sengsara seperti nenek moyang kita yang hidup di
zaman penjajahan sehingga dengan itu kita bisa menikmati hidup dengan
kondisi tidak terjajah. Maka renungkan firman Allah:
فَبِأَيِّ
آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ﴿١٣﴾
Maka
nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
(QS. Ar-Rahmaan: 13)
Bagaimana
cara menyukuri nikma kemerdekaan?
Tentunya kita tidak ingin menjadi hamba yang mendustakan atau
mengingkari nikmat-nikmat Allah – termasuk nikmat kemerdekaan –
kita ingin menjadi hamba yang bersyukur. Akan tetapi, bagaimanakah
caranya bersyukur?
Perlu diketahui bahwa di dalam bersyukur, hendaknya terpenuhi 3 unsur
berikut [1]:
1.
Mengakui dengan hati kita bahwa nikmat itu datang dari Allah
Sebagian manusia ada yang ketika memperoleh nikmat, kesenangan, dan
kejayaan, mereka mengalamatkan perkara itu semua kepada kepandaian
dan kehebatan makhluk. Dia tidak ingat sama sekali terhadap Allah
yang telah membukakan pintu kesuksesan dan kejayaan. Sikap seperti
inilah yang disebut dengan kufur nikmat dan dicela di dalam Alquran.
Allah berfirman berkenaan dengan Qarun yang kufur nikmat:
قَالَ
إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ
عِنْدِي ۚ أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ
اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ
مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ
قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا ۚ وَلَا
يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ﴿٧٨﴾
Qarun
berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu
yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya
Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat
daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu
ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa
mereka.
(QS. Al-Qashash: 78)
Di sisi lain, ada orang yang mengalamatkan kesuksesan itu kepada
anugerah Allah dan karunia-Nya, tetapi menurut dia anugerah Allah itu
datang kepada manusia diawali dari kekuatan dan kehebatan manusia.
Sikap inilah yang disebut takabbur yang juga tercela di dalam syariat
kita.
Ketahuilah, wahai saudaraku, sesungguhnya keberhasilan, kemenangan,
dan kemerdekaan itu semuanya datang dari Allah; dan wasilah (sarana)
untuk menuju itu semua (yaitu kehebatan dan kekuatan) itu pun datang
dari Allah. Kalaulah Allah tidak memberikan kepada bangsa ini
kekuatan untuk melawan para penjajah, sudah barang tentu bangsa ini
tidak akan pernah merdeka selama-lamanya. Jadi, Allah-lah yang hebat
bukan manusia.
2.
Memuji Allah dengan lisan
Kenikmatan Allah terlalu banyak untuk kita puji. Seandainya lisan
kita terus bergerak memuji Allah atas nikmat-nikmatNya maka itu
tidaklah cukup. Bahkan jika lisan semua manusia di jagat ini bergerak
terus untuk memuji Allah itu pun belum sebanding dengan nikmat Allah
yang Allah berikan kepada mereka. Namun, Allah Maha Mensyukuri. Amal
kita dan pujian kita yang sedikit diterima, dimaklumi oleh-Nya,
bahkan dilipatgandakan oleh-Nya. Maka dari itu, mari kita perbanyak
pujian kepada Allah dengan tasbih, tahmid, takbir, dan
kalimat-kalimat lainnya yang diajarkan kepada kita, khususnya ketika
kita memperoleh kejayaan, kemenangan, dan pertolongan dari Allah.
Ketika Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam
memperoleh kemenangan dan pertolongan, Allah memerintahkan agar
beliau bertasbih dan beristighfar. Allah berfirman yang artinya
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu
lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlahh ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (QS an-Nasr: 1-3)
3.
Menggunakan nikmat Allah untuk taat kepada-Nya dengan sebaik-baik
ketaatan
Insan yang baik dan pandai berterimakasih akan berupaya untuk patuh/
taat kepada Allah dan mempersembahkan apa yang terbaik untuk Allah
agar Allah rida kepadanya. Sebab, dia memahami bahwa semua nikmat
yang dia rasakan itu hanya dari Allah datangnya.
Mengevaluasi
cara mensyukuri nikmat kemerdekaan
Setelah kita memahami cara bersyukur yang benar, mari kita
bersama-sama melakukan evaluasi. Sudah benarkah cara bangsa ini
mensyukuri nikmat kemerdekaan yang Allah anugerahkan ini? Mari kita
mengevaluasi dari beberapa sisi berikut ini:
1.
Sikap anak bangsa ini terhadap syariat Islam
Allah telah memberikan kepada bangsa ini kemerdekaan. Maka dari itu,
sudah semestinya bangsa ini mengagungkan syariat Allah sebagai wujud
rasa syukur mereka kepada Sang Pemberi nikmat. Namun, sebagian anak
bangsa ada yang justu memandang bahwa sebagian syariat Allah sudah
tidak relevan dengan kondisi zaman yang sudah maju ini. Syariat Islam
tidak menyelesaikan problem bangsa. Menurut mereka, hanya
undang-undang yang dirumuskan oleh orang-orang yang berpemikiran
modern-lah yang bisa menyelesaikan problem bangsa. Beginikah cara
bangsa ini mensyukuri nikmat-Nya?
2.
Kecurangan dan kebohongan di berbagai instansi
Allah telah memberikan anugerah kemerdekaan kepada bangsa ini. Sebab
itu, sudah semestinya bangsa ini memperhatikan wasiat-wasiat Allah di
dalam Alquran. Di antara wasiat-Nya ialah: “Dan janganlah kalian
memakan harta sesama kalian dengan cara batil. (QS al-Baqarah: 188)”
Namun, korupsi, kecurangan, kebohongan, manipulasi data, dan sikap
tidak amanah menjadi kegemaran sebagian besar anak bangsa. Bahkan
sebagian anak-anak bangsa justru menyingkirkan dan mengucilkan
orang-orang jujur, yang bersih dan tidak mau diajak berbuat curang.
Orang yang tetap konsisten dengan kejujuran justru dianggap sok suci
dan tidak kompak. Beginikah cara bangsa ini mensyukuri nikmat
kemerdekaan?
3.
Riba digemari oleh bangsa ini
Di antara wasiat Allah – Rabb yang memberikan kemerdekaan kepada
kita – ialah wasiat untuk meninggalkan riba, Allah berfirman yang
artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman” (QS
al-Baqarah: 278)
Namun, bangsa ini justru sangat bergantung dengan sistem ekonomi
ribawi. Bank-bank yang menjalankan praktik riba tumbuh subur di
negara ini bak jamur di musim hujan. Baginikah cara bangsa ini
mensyukuri nikmat kemerdekaan?
4.
Perayaan HUT RI yang melemahkan manusia dari shalatnya
Di antara wasiat Allah – Rabb yang memberikan kemerdekaan kepada
kita – ialah wasiat agar mendirikan shalat. Allah berfirman yang
artinya “Apabila kamu merasa aman, maka dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya
atas orang-orang beriman” (QS an-Nisa': 103)
Sayangnya, banyak anak bangsa yang masih gemar menyia-nyiakan shalat.
Di hari-hari seperti ini, biasanya sebagian mereka mengadakan
karnaval, baris-berbaris, dan aneka lomba demi memeriahkan hari
kemerdekaan bangsa. Namun, justru karena lomba-lomba itulah, banyak
dari mereka yang pada akhirnya menelantarkan shalatnya. Beginikah
cara bangsa ini mensyukuri nikmat Allah?
5.
Judi yang menyelundup dalam lomba-lomba perayaan HUT RI
Di antara wasiat Allah adalah wasiat untuk meninggalkan judi. Allah
berfirman yang artinya “Hai orang-orang yang berikman, sesungguhnya
(meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan” (QS
al-Baqarah: 90)
Namun, masih ditemui pada sebagian lomba yang diselenggarakan untuk
memeriahkan HUT RI, unsur kejudian. Alangkah baiknya jika anak bangsa
ini bertanya kepada para ulama agar menjelaskan kepada mereka mana
perlombaan yang mengandung unsur judi dan mana yang tidak, agar
nantinya mereka tidak terjerumus ke dalam pelanggaran syariat.
6.
Pentas seni dan hiburan musik untuk memeriahkan HUT RI
Sebagian besar anak bangsa ketika merayakan HUT RI memeriahkannya
dengan pentas-pentas seni dan hiburan musik. Sering dijumpai,
wanita-wanita yang mengumbar auratnya ikut tampil di acara tersebut;
bernyanyi dan berjoget menghibur kaum pria dan wanita yang bercampur
aduk. Mereka lebih gemar mendengar dan menjiwai nyanyian dan musik
itu daripada mendengar dan merenungi lantunan ayat-ayat Allah. Bahkan
ayat-ayat Allah jarang didengarkan, dibaca, dan ditadaburkan.
Beginikah cara bangsa ini mensyukuri nikmat kemerdekaan?
Semoga Allah mengampuni segala kekurangan kita dan menjadikan kita
sebagai hamba-hamba yang pandai bersyukur. Aamiiin.
[1] Lihat Tazkiyatun Nafs,
Ahmad Farid, hlm. 93.
oleh: Hafidz al Musthofa, Lc hafidhohullah
Sumber:
Buletin dakwah islam “al-Furqon”
tahun ke 10 volume 7 no 4
2 Komentar
ikut lomba makan kerupuk atau lomba panjat pinang
BalasHapusboleh kan?
tirakatan tentu wujud rasa syukur kita ya
Insya ALLAH boleh, pokoknya tidak melalaikan dari kewajiban seperti yang dijelaskan di atas :)
HapusSilahkan meninggalkan komentar.
Kritik & Saran. Terimakasih atas kehadiran dan juga ukiran jejak Anda.