Sumber : theindonesianwriters.wordpress.com |
Betapa indahnya Islam
yang mengajarkan tentang arti dari kebersamaan, persatuan dan rasa solidaritas
yang begitu kuat. Rasulullah sholallahu
‘alaihi wassalam sendiri mengatakan dalam salah satu sabdanya :
مَثَلُ اْلمُؤمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَحُمِهِمْ
وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ اْلجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ
سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.
“Perumpamaan kaum mukminin satu dengan yang lainnya dalam hal
saling mencintai, saling menyayangi dan saling berlemah lembut di antara mereka
adalah layaknya satu tubuh. Apabila salah satu anggota badan sakit, maka semua
anggota badannya juga merasa demam dan tidak bisa tidur” (HR. Muslim 8/20)
Bahkan dalam sabdanya
yang lain Rasulullah sholallahu ’alaihi wassalam menegaskan ketidaksempurnaan
iman seseorang yang tidak mencintai saudaranya sesama muslim :
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأ خيه ما يحب لنفسه.
“Tidak (sempurna) iman salah seorang diantara kalian hingga kalian
mencintai bagi saudaranya seperti apa yang kalian senangi bagi diri kalian sendiri”.
(HR. Bukhari : 13)
Demikianlah Islam
mengajarkan kita untuk saling berkasih sayang antara sesama muslim dan arti
persatuan serta persaudaraan antara sesama untuk mukmin.
Hak mukmin atas
mukmin yang lain
Hak mukmin atas mukmin
yang lain sama artinya dengan kewajiban kita terhadap sesama kaum mukmin. Dan
itu banyak sekali, hampir di setiap sabdanya Rasulullah sholallahu ’alaihi
wassalam selalu mengingatkan para sahabat untuk senantiasa berbuat baik
terhadap sesama mukmin. Namun, karena keterbatasan halaman, di sini kami
sebutkan beberapa saja dan hal itu bukanlah sebuah pembatasan, melainkan hanya
sebagai pemisalan saja.
عن أبي هريرة أن رسول الله قال "حق المسلم على المسلم ست",
قيل ما هن يا رسول الله, قال "إذ لقيته فسلم عليه وإذا دعاك فأجبه وإذا استنصحك
فانصح له وإذا عطس فحمد الله فسمته وإذا مرض فعده وإذا مات فتبعه".
Dari Abu Hurairah,
bahwa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Hak muslim atas muslim
yang lain ada enam.” Para sahabat bertanya, “Apa saja itu wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Bila engkau bertemu dengannya maka ucapkan salam, bila ia
mengundangmu maka penuhilah undangan itu, bila ia meminta nasihat berilah
nasihat, bila ia bersin dan mengucapkan hambdalah maka doakanlah, bila ia sakit
maka jenguklah dan bila ia meninggal dunia maka iringlah jenazahnya” (HR.
Muslim 3/7)
Dalam hadits di atas
terdapat hak-hak sesama kaum muslimin yang berupa kewajiban atau sekedar
sunnah, tidak sampai derajat wajib. Bila enam hak di atas dijabarkan maka akan
menjadi :
1. Menyebarkan salam. Mengucapkan salam hukumnya adalah
sunnah (di anjurkan), karena dengan hal itu akan semakin mempererat kecintaan
kita terhdap sesama muslim, sebagaimana yang telah juga disabdakan oleh Nabi sholallahu
‘alaihi wassalam, “Ketahuilah, maukah kalian aku tunjukkan kepada sebuah
perkara yang jika kalian mengamalkannya kalian akan saling mencintai?
Tebarkanlah salam di antara kalian” Adapun menjawab salam, maka hukumnya adalah
wajib. Dan mengucapkan salam di sini haruslah dengan menggunakan salam Islam,
yaitu “Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh” (atau cukup dengan “assalamu’alaikum”
-ed) tidak boleh menggantinya dengan
selamat pagi, selamat siang atau sore.
2. Mendatangi undangan. Mendatangi undangan saudara seislam
sangat detekankan, terutama undangan pernikahan karena dapat menyenangkan hati
yang mengundang, namun bila di dalam undangan itu terdapat hal yang melanggar
ketentuan syariat dan kita tidak bisa mengubahnya, maka kita tidak wajib
mendatanginya.
3. Memberikan nasihat. Kita wajib memberikan nasihat yang baik
kepada saudara kita bila mereka memintanya. Tidak boleh mempermainkan mereka
saat mereka membutuhkan nasihat, apalagi membohongi karena hal itu adalah
sebuah pengkhianatan baginya.
4. Mendoakan ketika bersin. Yaitu dengan mengucapkan “yarhamukallahu”
setelah saudara kita bersin dan mengucapkan hamdalah (alhamdulillah).
Ia pun juga disyariatkan ketika mendengar ada yang mendoakannya untuk membalas
dengan doa, “yahdikumullah wa yushilihu baalakum”.
5. Menjenguk orang sakit. Karena hal itu akan menguatkan
perasaannya dan membuatnya mempunyai arti dalam diri saudara-saudaranya. Dengan
itu juga tali persaudaraan akan semakin erat.
6. Mengiring jenazahnya. Yaitu dengan menghadiri proses
pemakamannya hingga mengirimnya ke pemakaman. Dan ini adalah hak saudara kita
seislam atas diri kita.
Sebenarnya hak-hak
saudara kita sesama muslim masih banyak sekali. Diantara hak-hak yang tidak
disebutkan dalam hadits di atas antara lain :
·
Saling menolong dalam
kebaikan (QS. Al-maidah ayat 2). Termasuk saling menolong dalam kebaikan ialah
kita tidak boleh membiarkan saudara kita ketika terjatuh dalam kemaksiatan,
bahkan kita harus mengingatkan dan membenarkannya. Umar bin Khattab rodhiallahu
‘anhu mengatakan “Jika kalian melihat saudara kalian tergelincir (dalam
kesalahan) maka benarkanlah dia dan nasihatilah, doakanlah agar Allah
mengampuninya dan janganlah kalian menjadi pembantu setan atas saudara kalian
(dengan membiarkannya)”.
·
Mendoakan sesama saudara
kita seakidah, terlebih bagi mereka yang terkena musibah di tempat yang sangat
jauh sehingga tidak mungkin kita untuk membantu mereka dengan tenaga atau harta
kita. Dan inilah salah satu bentuk solidaritas Islam yang telah mulai pudar dan
dilupakan oleh generasi muda umat ini.
·
Membantu mereka yang
kesusahan dengan harta, benda, maupun tenaga yang kita sanggupi. Namun
demikian, dalam membantu saudara kita yang kesusahan, kita harus ikhlas, hanya
mengharap ridha Allah saja.
·
Memintakan ampunan kepada
Allah, sebagaimana yang telah diperintah oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wassalam kepada kita saat selesai menguburkan, “Mintakan ampun bagi saudara
kalian dan mintakan ketetapan (hati) baginya, karena sekarang ia tengah
ditanya”.
Bagaimana hak
seorang muslim yang ahli maksiat?
Pembaca yang dirahmati
Allah, sesungguhnya sabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam adalah
bersifat umum dan menyeluruh. Jadi, walaupun ada saudara kita (se-Islam) yang
ahli maksiat, bagaimanapun juga ia masih tetap dinamakan dengan orang yang
muslim, berarti ia juga masih berhak mendapatkan hak-haknya dari kita selaku
muslim. Terutama hak untuk mendapatkan nasihat sehingga ia lekas sadar dari
kesalahannya dan kembali ke jalan Allah subhanahu wa ta’ala yang lurus.
Terlebih lagi bila dengan kita menunaikan haknya atas diri kita ia mau kembali
ke jalan Allah, sungguh itu merupakan sebuah keberuntungan yang sangat banyak.
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam, “Sesungguhnya jika Allah
memberikan petunjuk-Nya kepada seseorang dengan perantara kamu, itu lebih baik
daripada engkau memiliki unta merah” (HR. Al-Bukhari : 3009)
Namun demikian, bukan
berarti kita dilarang untuk memberinya pelajaran dengan tidak menunaikan
haknya, semisa tidak memberinya salam apabila bermanfaat baginya yaitu ia jera
dari maksiat. Akan tetapi, hal ini tidaklah ditempuh bila menunaikan hak masih
dapat dilakukan dan diharapkan mendatangkan kebaikan. Karena, pada asalnya kita
diperintah untuk menunaikan hak sesama muslim.
Yang penting dalam
masalah ini, hendaklah kita pandai-pandai menimbang antara maslahat dan mudarat
bila kita menunaikan hak atau menahannya. Jika kita tidak mengetahuinya maka
kita wajib bertanya kepada orang yang lebih tahu. Jangan sampai hanya gara-gara
kita salah mempraktikkan salah satu ajaran Islam, kita membuat masalah yang
lebih besar dengan mengorbankan persaudaraan seislam. Wallahu a’lam.
Sumber : Buletin
al-furqon (tahun ke-7, volume 7 no.4)
1 Komentar
barokallaahu fyk, jazaakallaahu khoyr
BalasHapusSilahkan meninggalkan komentar.
Kritik & Saran. Terimakasih atas kehadiran dan juga ukiran jejak Anda.