Header Kanan

[part-3] Rain & Windy - Pertemuan terencana

Pertengahan Maret 2012
Pojok Taman Kota
19.05

Di sebuah kedai kecil "Batas Kerinduan", Rain dan Feel sedang asyik berbincang-bincang.
Feel : "Siapa cewek itu?"
Rain : "Namanya Windy, aneh"
Feel : "Kau suka?"
Rain : (diam dan tetap memandang tempat dimana Windy biasa duduk)
Feel : "Kau selalu melihat dia dari sini dan entah sudah berapa kali kau menemuinya. Apa kau punya rasa padanya?"
Rain : "Kau bicara apa?"
Feel : "Banyak cewek yang ke taman ini, duduk-duduk, dan tak sedikit yang mampir ke kedai kita. Tapi sejauh ini kamu tak ada perhatian lebih, tapi..."
Rain : "Tapi pada cewek itu yang belum pernah ke sini dan hanya duduk di tempat yang sama, datang dan pergi pada waktu yang sama aku memperhatikannya." (sela Rain sebelum Feel melanjutkan ucapannya).
Feel : "Huh, ya itu maksudku. Kau selalu menyela pembicaraanku dan melanjutkannya sesuai dengan apa yang ingin aku katakan"
Rain : "Aku tahu alur otakmu"
Feel : "Hem...?"
Rain : "Bukan apa-apa, kita sudah lama kenal"
Feel : "Ya, aku tahu sifatmu tapi tak bisa menebak apa yang ada di otakmu. Sepertinya otakmu kosong"
Rain : (hanya tersenyum)
Feel : "Jadi kau suka dia?"
Rain : "Apa cukup dengan itu kau berkesimpulan? Yang kau lihat tak selalu menunjukkan isi hati orang"
Feel : "Ya, kau benar. Makanya aku ingin memastikannya dengan tanya kamu"
Rain : "Dia sudah datang, sebentar lagi aku ke sana" (jawab Rain sambil mengarahkan jari telunjuknya ke tempat duduk Windy)
Feel : "Oke"
Rain : "Aku pergi dulu, nanti jangan lupa kunci pintunya"
Feel : "Yaps, semoga bahagia"
Rain : "Apa katamu?"
Feel : "Untuk apa itu?"
Rain : "Aku" (Rain sedang membuat kopi-susu hangat)
Feel : "Pasti buat dia"
Rain : "Apa dunia sesempit ini..."
Feel : "Sepertinya orang yang dekat denganmu akan tahu kalau kamu aneh, atau merasakan dirinya sendiri yang aneh"
Rain : "Setiap orang aneh"
Feel : "Tapi kau yang paling parah"
Rain : "Oke, aku pergi dulu" (Rain keluar kedai untuk menemui Windy)
Feel : "Ya, hati-hati"

***

Taman Kota ini
19.15

Windy menghitung bintang, Rain berdiri dua meter di sebelah kiri tempat duduknya. Dia belum juga menyadari kehadiran Rain. Dua menit sudah Rain hanya berdiri dan memperhatikan tingkah Windy, akhirnya Rain berjalan mendekati tempat duduk Windy.
Rain : "Apa yang kau lakukan?"
Windy : "What?" (kaget hilanglah hasil hitungan di jari-jarinya)
Rain : "Apa yang kau lakukan di sini?"
Windy : "Seperti biasa. Kau mengagetkan dan hilanglah hasil hitunganku!"
Rain : "Aneh"
Windy : "Aku menghitung bintang terang, bintang berkelip, dan bintang redup"
Rain : "Ini" (kata rain sambil memberi kopi-susu yang dibuatnya lebih dari 2 menit yang lalu)
Windy : "Sejak kapan kamu berubah jadi punya hati?"
Rain : "Setelah semua bintang jatuh"
Windy : "Hah... bener-bener orang aneh"
Rain : "Ini, mau tidak?"
Windy : "Kamu tak memberi jampi-jampi pada minuman ini kan?"
Rain : "Aku beri jampi-jampi biar kamu gak sakit lagi"
Windy : "Apa? aku gak sakit! Emang otakmu yang sakit!"
Rain : "Oke kalau gak mau aku minum sendiri"
Windy : "Ups, aku mau..." (dengan nada lirih)
Rain : "Apa? aku gak dengar?"
Windy : "Aku gak nolak"
Rain : "Ini"
Windy : "Terimakasih" (sambil menerima kopi-susu dari tangan Rain)
Rain : "Malam ini ada berapa bintang?"
Windy : "Haha, akhirnya kamu ingin tahu juga"
Rain : (diam dan berpikir "apa yang ku tanyakan? kenapa aku bertanya seperti itu!")
Windy : "Hey, kopi-susu ini mulai dingin"
Rain : "Aku sudah 2 jam yang lalu membuatnya dan menunggu kamu di sini"
Windy : "Hah, menunggu di mana? aku baru datang"
Rain : "Menunggu di sini, apa kamu gak sadar?"
Windy : "Dasar pembual"
Rain : "Dua menit"
Windy : "Apanya?"
Rain : "Lihat bintang itu, terang tak berkedip, kebiruan" (sambil menunjuk satu bintang terang)
Windy : "Sejak kapan anak ini berubah sok romantis" (bergumam)

Sejenak suasana hening, mereka diam sambil memandang bintang itu. Taman malam ini tak seramai biasanya, hanya beberapa orang berlalu-lalang tanpa duduk tenang. Udara dingin, angin sejenak berhembus.
Rain : "Dingin, sepi"
Windy : "Baru kali ini kau bersikap seperti ini, apa yang kau mau?"
Rain : "Aku selalu berubah"
Windy : "Ini seperti bukan dirimu"
Rain : "Bahkan kau belum mengenalku"
Windy : "Ya..."
Rain : "Oke, aku ingin pendapatmu"
Windy : (diam sambil melihat tangan Rain membuka selembar kertas)
Rain : "Ini tulisanku, esai. Aku ingin pendapatmu"
Windy : "Tidak salah lagi, benar yang aku rasakan pasti kamu ada maunya berubah seperti ini...haha" (sambil tertawa penuh kemenangan)
Rain : "Tak masalah, sekarang atau besok kau baca"
Windy : "Oke" (langsung merebut kertas yang dibawa Rain)
Rain : "Hey, hati-hati! Nanti rusak!"
Windy : "Ini, baik-baik saja. Aku baca dulu"
Rain : "Oke..."

(5 menit kemudian)
Windy : "Hah! Tulisan apa ini. Bener-bener gak bermutu, jelek!"
Rain : (Diam, melihat ekspresi Windy)
Windy : "Ini esai? Bukan esai! Tapi mirip diary yang ditulis anak kelas 5 SD" (serius, tanpa sedikit senyum di wajahnya)
Rain : "Yang benar? coba lihat" (mengambil kertas itu dari tangan Windy)
Windy : "Jangan bilang kau salah ambil kertas!" (sambil memasang muka seram ingin memakan Rain)
Rain : "Tidak" (sambil melipat kertas itu dan menaruhnya di saku bajunya)
Windy : "Haha... muka pasrah. Tapi aku suka gaya bahasa sederhana dan apa adanya itu. Itu pasti sifat kamu sebenarnya"
Rain : (diam)
Windy : "Sudah tahu kan sekarang bagaimana pendapatku? Aku gak bercanda, itu bener-bener hancur. Jelek, gak mutu!"
Rain : "Iya, aku tahu. Terimakasih" (dalam hati "Aku harus bisa memperbaiki kualitas tulisanku, argh... bahkan mirip diary anak kelas 5 SD?? apa gak terlalu! Kenapa gak sekalian mirip anak TK")
Windy : "Untung masih mirip tulisan anak 5 SD, coba saja kalau mirip anak kecil yang belum sekolah! Pasti gak ada orang yang bisa baca. haha" (dengan nada meledek)
Rain : "Huft. Oke... Terimakasih. Oh iya, masih berapa lama waktumu?"
Windy : "Masih lama, anak mama. Kenapa? kamu mau pulang dulu? Silahkan, nanti dicari mama"
Rain : "Lihat di sana, ada bintang jatuh!" (kata Rain sambil memasang muka kaget dan serius)
Windy : "Hah, mana?" (memandang ke arah yang ditunjuk Rain)

Windy melihat langit sambil mencari bintang jatuh, Rain perlahan tanpa suara meninggalkan Windy.
Windy : "Mana bintang jatuhnya? Tidak ada!" (masih sambil mencari bintang jatuh)
Rain : (berhasil melarikan diri, berjalan menjauh)
Windy : "Hey, kau bohong ya! Ups, kemana orang menjengkelkan itu. Pasti ini akal-akalan dia! Huft. Kenapa tak terpikir olehku. Benar banyak ide busuk di otaknya, dan aku gak bisa menerka sedikitpun. Sepertinya otaknya kosong tapi entah selalu berubah-ubah sikapnya. Bener-bener orang aneh sedunia! Oh, iya aku bisa menerka. Bukannya tadi dia ada maunya aku tahu, walau asal ngomong" (sambil menoleh ke kiri dan ke kanan, tapi tak melihat Rain)

Windy berbicara sendiri, itulah kebiasaannya seperti saat menghitung bintang dan sebelum kenal Rain. Dia menghabiskan kopisusu dan tepat 20.00 meninggalkan taman itu. Kini, taman tanpa Windy :-).

Posting Komentar

0 Komentar